Selasa, 02 November 2010

Penutup: Ajakan Untuk Bertaubat (kasyfu subuhat bab 13)

كشف الشبهات
 لشيخ الإسلام محمد بن عبدالوهاب رحمه الله
Menyingkap Kebatilan Argumen Penentang Tauhid 
Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


شبكة مشكاة الإسلامية




Baiklah, kami segera tutup pembicaraan ini dengan suatu masalah yang besar dan penting, yang dapat dipahami dari hal-hal yang terdahulu. Akan tetapi kami khususkan pembicarannya mengingat betapa besarnya masalah ini dan betapa banyaknya salah pengertian dalam masalah ini. Maka kami katakan:
Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama’ bahwasanya tauhid itu wajib diwujudkan dengan hati, lisan dan amal perbuatan. Maka, jika hilang satu saja dari ketiga hal itu (hati, lisan dan amal) maka seorang belum dikatakan muslim. Lalu, jika seorang mengetahui tauhid, tetapi tidak melaksanakan tauhid itu, maka ia dihukum kafir Mu’aanid (orang kafir yang membangkang), seperti kekafiran fir’aun, Iblis dan yang serupa dengan keduanya.
Banyak dari manusia yang salah pengertian dalam masalah ini, mereka mengatakan: “Sesungguhnya hal ini haq (benar) dan kami memahaminya serta bersaksi, bahwasanya hal itu benar. Akan tetapi, kami tidak Mampu untuk melaksanakannya. Dan tidak dibolehkan penduduk negeri kami, kecuali orang yang sepaham dengan mereka”. Atau berbagai alasan yang lain.
Si bodoh yang miskin pengertian ini tidak tahu, bahwa sebagian besar pemuka- pemuka kafir mereka mengetahui kebenaran itu dan mereka tidak meninggalkannya dengan berbagai alasan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:
اشْتَرَوْا بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلا
“Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.” (At Taubah: 9).
Dan ayat-ayat yang lain. Seperti firman Allah Subhanahu wata’ala::
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.” (Al Baqarah:146).
Jika seorang melaksanakan tauhid dengan perbuatan yang tampak mata, sedangkan dia tidak memahami tauhid itu dan tidak meyakininya dengan hatinya, maka dia adalah munafiq. Dan orang munafiq lebih jelek dari orang kafir.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya orang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkat yang paling bawah dari neraka.” (An Nisaa’: 145).
Ini masalah yang panjang, akan jelas bagi anda jika anda telah merenungkannya melalui apa yang keluar dari lisan-lisan manusia. Anda akan lihat orang yang mengetahui al haq (kebenaran) tetapi tidak mau melaksanakan kebenaran itu karena rasa takut kekurangan dunia atau karena pangkat di bidang agama atau dunia ataupun karena basa-basi menyesuaikan diri dengan orang. Dan anda juga akan melihat orang yang mengamalkan secara zhahir, sedang batinnya menolak. Akan tetapi wajib bagi anda untuk memahami dua ayat dari kitab Allah ini.
Ayat yang pertama adalah firman Allah ta’ala:
لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Tidak usah minta ma’af (beralasan), karena kamu kafir sesudah beriman.” (At Taubah: 66).
Jika telah jelas bagi anda, bahwasanya sebagian para sahabat yang telah memerangi bangsa Romawi bersama Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam itu kafir hanya karena mereka mengucapkan suatu kalimat (perkataan) atas dasar main- main dan canda, maka teranglah bagi anda, bahwasanya orang yang mengucapkan dirinya kafir karena rasa takut kekurangan harta atau karena demi pangkat ataupun karena berbasa-basi menyesuaikan diri dengan orang, adalah lebih besar kesesatannya dari orang yang mengucapkan suatu kalimat kekafiran dengan maksud bercanda.
Ayat yang kedua adalah firman Allah Ta’ala:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ. ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia mendapat kemurkaan dari Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena sesunguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat.” (An Nahl:106-107).
Maka, Allah tidak menerima uzur mereka kecuali orang yang dipaksa kafir disertai keberadaan hati yang tetap tenang dalam keimanan. Adapun selain itu, maka ia benar-benar telah kafir sesudah beriman, baik ia mengerjakan itu karena rasa takut atau sekedar berpura-pura untuk menyesuaikan diri dengan orang, atau karena rasa bakhil dengan negerinya atau keluarganya atau kerabat-kerabatnya ataupun harta bendanya. Ataupun ia melakukan tindakan kekafiran itu atas dasar canda atau karena atas tujuan-tujuan lain, kecuali orang yang dipaksa kafir.
Oleh karenanya, ayat di atas menunjukkan hal itu dari dua segi;
Yang pertama: firman Allah Ta’ala:
إِلا مَنْ أُكْرِهَ
“kecuali orang yang dipaksa kafir” Disini Allah hanya mengecualikan orang yang dipaksa kafir, dan sudah maklum, bahwasanya orang tidak dipaksa kecuali supaya mengucap atau berbuat, sedangkan keyakinan (I’tikad) hati, tidak ada seorang pun yang dipaksa untuk meyakininya.
Yang kedua: firman Allah Ta’ala:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ
“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat.”(QS.An Nahl: 107).
Maka, Allah telah menerangkan ayat itu dengan jelas, bahwasanya kekafiran dan siksa tidaklah disebabkan I’tikad, kebodohan dan kebencian kepada agama, serta cinta kepada kekafiran melainkan sebabnya adalah karena mereka mendapat keuntungan-keuntungan dunia, lalu hal itu ia utamakan melebihi agama
والله سبحانه وتعالى أعلم وأعز وأكرم، وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
تمت والحمد لله رب العالمين

Tidak ada komentar:

Posting Komentar