Selasa, 02 November 2010

Orang Musyrik yang Mengucapkan Laa Ilaha Illallah (kasyfu subuhat bab 10)


كشف الشبهات
 لشيخ الإسلام محمد بن عبدالوهاب رحمه الله
Menyingkap Kebatilan Argumen Penentang Tauhid
 Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab


شبكة مشكاة الإسلامية



Orang-orang musyrik mempunyai syubhat lain, ‎mereka mengatakan bahwa nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam telah menyalahkan ‎pembunuhan Usamah Radhiallahu‘anhuma terhadap ‎orang yang sudah mengatakan:
‎لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله‎ ‎
dan beliau bersabda kepadanya:‎
أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِل 614;هَ إِلاَّ الله
"Mengapa engkau bunuh setelah ia mengucapkan: ‎Laa Ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah)?"‎
Begitu juga sabda beliau Shallallahu‘alaihi wasallam:‎
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia ‎sehingga mereka mengucapkan Laa Ilaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah)"
Dan hadits-hadits lain tentang menahan diri dari ‎orang yang telah mengucapkan kalimat tauhid.‎ Yang diinginkan orang-orang bodoh itu adalah, ‎bahwasanya barang siapa yang sudah mengucapkan ‎kalimat itu, maka tidak dikafirkan dan tidak dibunuh, ‎meski ia telah berbuat apa saja, maka, harus ‎dikatakan kepada orang- orang bodoh itu:
Sudah ‎maklum, bahwasanya Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam telah memerangi ‎orang-orang Yahudi dan menawan mereka padahal ‎mereka mengatakan Laa Ilaha Illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Seperti juga sudah maklum, bahwa sahabat- ‎sahabat Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam telah memerangi Bani Hanifah, ‎padahal mereka bersaksi, bahwasanya tidak ada Ilah ‎‎(sesembahan) selain Allah dan sesungguhnya Nabi ‎Muhammad itu adalah utusan Allah, mereka juga ‎mengerjakan shalat dan mengaku dirinya Islam. ‎Demikian pula halnya orang-orang yang dibakar oleh ‎‎‘Ali bin Abi Thalib dengan api, dan orang-orang bodoh ‎itu mengakui, bahwa barang siapa yang mengingkari ‎hari pembalasan, maka ia dihukum kafir dan boleh ‎dibunuh, meskipun telah mengucapkan Laa Ilaha Illallah (Tiada Tuhan selain Allah). dan ‎barang siapa mengingkari sesuatu dari rukun-rukun ‎Islam, ia juga kafir dan boleh dibunuh meskipun telah ‎mengucapkan kalimat tauhid itu. Lalu, kalau orang ‎yang mengingkari satu cabang agama, pengakuan ‎Islamnya batal dan tak berguna, adakah berguna ‎pengakuan keislaman orang yang mengingkari tauhid ‎yang merupakan asas dan dasar agama para Rasul?
‎Namun, memang musuh-musuh Allah tidak faham ‎makna hadits-hadits itu.‎ Adapun hadits Usamah adalah bahwasanya ia telah ‎membunuh seorang lelaki yang sudah mengaku ‎dirinya Islam disebabkan karena Usamah menyangka, ‎bahwa lelaki itu tidak mengaku Islam kecuali karena ‎rasa takut atas darah dan hartanya. Jadi, jika seorang ‎telah memperlihatkan keislamannya, maka wajib bagi ‎muslim menahan diri, dan tidak tergesa-gesa ‎membunuhnya sehingga diketahui dengan teliti pada ‎dirinya apa-apa yang bertentangan dengan ‎keislamannya itu. Tentang hal itu, Allah subhanahu wata’ala telah ‎menurunkan firman-Nya:‎
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi ‎‎(berperang) di jalan Allah, maka betabayunlah ‎‎(telitilah).” (An Nisaa’: 94).‎
Tabayyun yakni tatsabbut, berhati-hati dalam ‎bertindak, tidak ceroboh, ayat tersebut menunjukkan ‎kewajiban menahan diri dan bertasabbut. Lantas, jika ‎sudah terang (setelah diteliti) ada sesuatu yang ‎berlawanan dengan Islam, maka boleh dibunuh, ‎berdasarkan firman Allah ‎‏ ‏ ‎-maka telitilah- kalau ‎seandainya tidak boleh dibunuh jika ia mengucapkan ‎kalimat tauhid, padahal telah terbukti, setelah diteliti ‎bahwa ia menentang Islam, maka perintah “tatsabbut” ‎tidak akan mempunyai arti.
Demikian pula hadits lain ‎yang sejenisnya, maknanya adalah seperti yang sudah ‎kami sebutkan, dan bahwasanya barang siapa yang ‎telah menampakkan ketauhidan dan keislaman, maka ‎wajib orang muslim menahan diri darinya, kecuali jika ‎sudah terang darinya sesudah diteliti, hal-hal yang ‎membatalkan ketauhidan dan keislamannya itu. ‎Sebagai dalil atas hal itu adalah bahwasanya ‎Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:‎
أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
‎“Mengapa kamu bunuh dia sesudah mengatakan Laa ‎Ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah)?”. ‎
Dan beliau shallallahu‘alaihi wasallam juga yang bersabda: ‎
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
"Aku diperintahkan untuk memerangi manusia ‎sehingga mereka mengucapkan Laa Ilaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah)"
Beliau Shallallahu‘alaihi wasallam pula yang bersabda tentang kaum ‎khawarij:‎
أَيْنَمَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ
‎“Dimana saja kamu sekalian bertemu mereka, maka ‎bunuhlah. Sungguh, jika aku mendapatkan mereka ‎‎(khawarij) niscaya pasti akan aku bunuh mereka ‎‎(seperti) terbunuhnya kaum ‘Aad.”‎
Padahal orang-orang khawarij itu termasuk orang-‎orang yang banyak beribadah, bertahlil dan bertasbih. ‎Sampai-sampai para sahabat merasa rendah diri di ‎hadapan orang-orang khawarij itu. Mereka telah ‎belajar ilmu dari para sahabat, akan tetapi meski ‎begitu, ucapan mereka Laa Ilaha Illallah (tiada Tuhan selain Allah) sama sekali tidak ‎berguna bagi mereka.‎
Begitu juga ibadah mereka yang banyak dan ‎pengakuan Islam mereka juga tidak berguna tatkala ‎telah tampak dari mereka perlawanan terhadap ‎syari’ah.‎
Demikian halnya apa yang sudah kami sebutkan ‎tentang peperangan terhadap orang-orang Yahudi dan ‎peperangan para sahabat terhadap bani Hanifah. ‎
Begitu juga Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam ingin memerangi Bani ‎Mushthaliq tatkala seorang lelaki dari mereka ‎memberitahu beliau Shallallahu‘alaihi wasallam bahwasanya Bani Mushthaliq ‎enggan membayar zakat, sehingga Allah Subhanahu wata’ala ‎menurunkan ayat:‎
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
‎“Hai orang-orang yang beriman, jika datang ‎kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka ‎periksalah dengan teliti.” (Al Hujuraat: 6).‎
Dan benar, bahwa lelaki itu telah berbohong dalam ‎memberitakan tentang mereka.
Semua ini ‎menunjukkan bahwa maksud Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam dalam hadits-‎hadits yang mereka pakai sebagai hujjah itu adalah ‎seperti apa yang kami sudah sebutkan di atas.</span>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar